Penghuni sebuah kamp tahanan di Bali sedang membaca koran
P.L.Dronkers
Penghuni sebuah kamp tahanan di Bali sedang membaca koran

Literasi Era Modern di Bali Tahun 1875 - 1949

1875

Sekolah Dasar Pertama di Bali

Sekolah dasar (Tweede Klasse Inlandsche School) pertama di Bali diresmikan di Singaraja

1908

Sekolah Dasar Desa

Di berbagai tempat di Bali dibuka Sekolah Dasar Desa (Volksschool) yang menggunakan Bahasa Bali sebagai bahasa pengantar. Pada saat itu sebagian besar murid serta guru-gurunya adalah orang biasa

Sedangkan para bangsawan enggan menyekolahkan anak-anak mereka di sana dengan alasan status social.

Memuat

1914

Sekolah Dasar Belanda

Sekolah Dasar dengan kurikulum sekolah Belanda (Hollandsch-Inlandsche School, HIS) dibuka di Singaraja dan Denpasar. Materi pelajarannya selain membaca, menulis dan berhitung, juga belajar Bahasa Melayu dan Belanda

Kebanyakan muridnya adalah anak-anak bangsawan. Namun untuk melanjutkan ke pendidikan menengah mereka harus melanjutkannya ke Jawa atau Makasar. Setidaknya sekitar 60 orang siswa melanjutkan sekolah ke luar Bali

Berdasarkan sensus 1920, 8% laki-laki dan hanya 0,35 % perempuan Bali telah bisa membaca dan menulis huruf latin.

Hingga tahun 1929 telah ada 3 HIS, 29 Tweede Klasse Inland Scholen dan 109 Volkssholen. Salah satu dari 3 HIS itu adalah HIS Siladarma yang berada di Klungkung atas prakarsa Raja Karangasem dan Gianyar karena jarak ke Denpasar dan Singaraja dirasa jauh.

Memuat

1915

Buku dengan huruf latin dan aksara Bali

Sebuah buku dengan aksara Java dan Bali bersanding dengan huruf latin dengan judul "Beschrijving der Javaansche, Balineesche en Sasaksche handschriften" diterbitkan di Batavia. Sebagian besar isinya adalah warisan dari Van der Tuuk

1917

Perkumpulan Setiti Bali

Sebuah perkumpulan bermana Setiti Bali yang bertujuan memajukan masyarakat Bali dalam bidang pendidikan, adat istiadat dan perkonomian berdiri di Singaraja

Memuat

1921

Menghilangkan faham Ajewera

Perkumpulan Suita Gama Tirta dengan pimpinan I Gusti Putu Djelantik berdiri di Singaraja. Perkumpulan ini menggantikan Setiti Bali yang atas desakan pemerintah serta perselisihan internal harus bubar. Salah satu yang progamnya adalah mengkikis faham Ajawera dengan membuka kursus-kursus dan pembacaan lontar bagi kalangan muda.

Memuat

1921 — 1930

Perkumpulan Modern dan Debat Lewat Tulisan

Tahun 1920-an disebut-sebut awal munculnya perkumpulan modern di Bali. Perkumpulan yang memiliki struktur format dan anggaran dasar yang tertulis serta anggotanya bersifat sukarela, tidak seperti organisasi adat yang bersifat mengikat dalam hubungan sosial atau organisasi subak dalam ikatan wilayah dan kegiatan di subak.

Perkumpulan-perkumpulan ini menerbitkan majalah untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya dan sering memunculkan pertarungan khususnya perdebatan antara kaum intelektual Triwangsa dan Jaba.

Pertarungan lewat tulisan pada masa ini yang paling dikenal adalah antara Bali Adnyana dan Surya Kanta, dengan tokoh-tokoh di antaranya: Tjakra Tenaja, Ketoet Nasa, Njoman Kadjeng, Wajan Roema, dll.

Di era ini juga ditandai dengan penggunaan Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda yang makin meningkat terutama di kalangan intelektual Jaba, salah satu alasannya tidak adanya tingkatan bahasa (sor singgih) yang dianggap merendahkan.

Memuat

2 Juni 1928

Gedong Kirtya Liefrinck Van der Tuuk

Memuat

1930 — 1941

Orientalisme, moderisme dan gerakan perempuan Bali

Sementara itu pada tahun 1931-1935 Dr. Roelof Goris seorang orientalis memimpin sebuah penerbitan bernama Bhawanagara, dengan anggota: Njoman Kadjeng, Ketoet Widjanegara, I Gusti Putu Jelantik, Wajan Roema, Tjakra Tenaya, dll. Majalah yang merupakan perpanjangan perpustakaan Van der Tuuk di Singaraja, memiliki tagline: Soerat kabar oentoek memperhatikan peradaban Bali.

Namun demikian di masa ini gerakan pemikiran modern tetap mendapat tempat. Sebuah organisasi bernama Bali Darma Laksana (BDL) membuat gerakan menanamkan agar wanita Bali tidak bertelanjang dada dan menjadi objek turis. Gerakan ini kemudian bersambut dengan berdirinya Perkumpulan Putri Bali Sadar di Denpasar di bawah pimpinan I Gusti Ayu Rapeg. Perkumpulan BDL sendiri menerbitkan Majalah Djatayu (1936-41) dengan Pandji Tisna sebagai editor pertama sebelum digantikan, Njoman Kadjeng, Gede Panetja dan Wajan Bhadra

Sedangkan Pandji Tisna sendiri pada masa ini aktif menerbitkan beberapa novel Berbasa Melayu seperti Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935) hingga Sukreni Gadis Bali (1936)

Memuat

Mei 1939

Baliseering dalam pendidikan

Gerakan literasi kaum terpelajar Bali yang tidak jarang menimbulkan perdebatan sengit mengkhawatirkan pemerintah. Lebih-lebih kekhawatiran pemerintah terhadap pengaruh pendidikan barat pada keberlangsungan kebudayan lokal yang tidak hanya akan terimbas oleh perkembangan pariwisata namun juga oleh pemikiran-pemikiran modern. Di era ini pemerintah merasa perlu memasukan gerakan Baliseering dalam dunia pendidikan. Untuk itu Departement Pendidikan kemudian mengangkat H. te Flierhaar untuk menata pendidikan di Bali pada bulan Mei 1939.

Program Baliseering lewat pemikiran H. te Fliehaar yang ia terapkan pada HIS Siladarma di Klungkung diadopsi pemerintah pada tahun 1939. Program-progamnya antara lain: Program-program Baliseering-nya untuk sekolah di Bali antara lain: (1) Pembangunan gedung sekolah dengan style Bali. (2) Reformasi pendidikan menggambar. (3) Reformasi pendidikan menyanyi, (4) Mengumpulkan bahan bacaan untuk buku bacaan baru. (5) Memperkenalkan unsur-unsur tarian Bali pada pendidikan senam.

Buku Taman sari I Papoepoelan gending bali oleh Wajan Djirna dan Wajan Roema yang diterbitkan pada bulan Desember 1939 adalah hasil dari program ini. Kedua penyusun berhasil merangkum lagu anak-anak yang tersebar di Bali lengkap dengan notasi aksara Balinya

Memuat

1945

Sekolah Rakyat

Pasca kemerdekan, Sekolah Rendah berganti nama menjadi Sekolah Rakyat untuk menghilangkan perbedaan strata di masyarakat

Memuat

8 Desember 1947

Sekolah Partikelir SLU

Majelis Pendidikan Rakyat dengan melahirkan Sekolah Landjoet Oemoem, sekolah swasta yang awalnya berdiri di Banjar Kaliungu Kelod, Denpasar dan kelak menjadi Perguruan Rakyat Saraswati

Dalam perjalannnya pada masa revolusi kemerdekaan sekolah ini mengalami pasang surut seiring tokoh-tokohnya dicurigai bahkan ditahan Belanda karena haluannya ke Republik

Tokoh-tokoh yang terkait dengan SLU diantaranya: I Gusti Putu Merta, I Gusti Bagoes Oka, I Nyoman Kadjeng, Ida Bagus Putra Manuaba, dll.

Memuat

Circa 1948

Mengembalikan literasi pasca perang

Pasca mengundurkan diri sebagai Raja Buleleng sekaligus parlemen NIT, A.A. Pandji Tisna mulai kembali melirik dunia literasi yang sempat hilang karena situasi perang. Banyak sekolah tutup karena tokoh-tokohnya terlibat perang. Ia kemudian membangun sebuah perpustakan dan ruang baca dengan plang Balai Kemadjuan Singaradja

Perpustakaan ini kemudian lebih dikenal dengan nama Perpustakaan Udiyana Adnyana Bhuwana

Memuat

2 Agustus 1948

Dari Balai Kemadjuan Singaradja ke Sekolah Bhaktiyasa

Sebuah perpustakaan dan ruang baca sepertinya tidak cukup bagi Pandji Tisna, ia kemudian melakukan studi tentang pelaksanaan pendidikan tinggi ke India. Hasilnya pada presentasikan di depan Njoman Tirta dan Wajan Roema pada 29 Mei 1948 sebelum akhirnya diputuskan membentuk sebuah yayasan pengelola sekolah partikelir pada 4 Juni 1948

Tepat pada tanggal 2 Agustus 1948 sebuah sekolah menengah (setingkat SMP) yang bernama Sekolah Bhaktiyasa secara resmi dibuka lewat sambutan oleh Wajan Roema. Pada saat itu sekolah masih memanfaatkn ruangan baca Perpustakaan Udiyana Adnyana Bhuwana. Bangunan sekolah kemudian baru dibangun secara bertahap setelah mendapatkan dana dari penggalangan dana. Salah satunya pada acara malam amal yang dilakukan pada 14-24 Maret 1949

Pada bulan Februari sekolah ini dikunjungi dr. Frans Rijndert Johan Verhoeven, direktur StiCUSA dan mantan lembaga arsip Hindia Belanda, mengundang Pandji Tisna ke Belanda untuk belajar tentang pengelolaan pendidikan tinggi

Memuat

6 November 1948

Kongres Paruman Para Pandita di Denpasar

Sebuah organisasi yang menaungi peranda bernama Paruman Para Pandita dengan ketua Ida Pedanda Made Kemenuh dideklarasikan pada 31 Januari 1947 di Singaraja. Organisasi yang mendapat dukungan Dewan Raja - Raja ini awalnya terbatas di wilayah Buleleng. Baru pada kongresnya di Denpasar pada 6 November 1948 diperluas menjadi Paruman Para Pandita Bali Lombok dengan tujuan awal untuk menyatukan Agama Siwa - Budha.

Sebuah kongres dengan agenda utama memilih nama agama di Bali dilaksanakan pada tanggal 16 - 19 November 1949 di Singaraja. Dengan dukungan sebagian besar raja-raja di Bali yang hadir pada saat itu dipilih Agama Tirta mengalahkan nama-nama lain seperti: Agama Siwa, Siwa-Budha, Bali Hindu dan Hindu. Pada saat itu juga ditegaskan bahwa hanya pedanda Siwa dan Budha yang memiliki wewenang untuk menasbihkan calon pedanda.

Lihat: Michagel Picard, Balinese Religion in Search of Recognition From Agama Hindu Bali to Agama Hindu 1945-1965 ( 2011), hal. 487
Laporan M. Boon menyebutkan Paruman Para Pandita Bali berdiri pada 8 Januari 1948. Lihat: Dr. M. Boon, Politiek verslag van de Residentie Bali en Lombok over de Eerste Helft van Januari 1948, 23 Januari 1948, hal. 4.
Op 8 Januari j.l. werd de "Paroeman Para Pandita Bali" gesticht ten deel hebbende de Bali-Hindu priesters te verenigen en de kennis der religie bij het volk te verdiepen
Lihat: Dr. M. Boon, Politiek verslag van de Residentie Bali en Lombok over de Eerste Helft van de maand November 1948, 2 Desember 1948, hal. 6.
In het verig verslag werd reeds gesproken over het Congres van Pedanda's dat op 6 November te Denpasar plaats had, waarbij de "Paroeman Pandita" werd opgericht. Deze stelt zich ten deel meer eenheid te verwezenlijkn (b.v.in de feestkalender), beter inzicht te verwerven en te verbreiden in de Hindoetheologic en tenslette de oprichting van een school voor te bereriden waar pedanda's hun opleiding kunnen ontvangen.

Memuat

1949

Pelatihan Guru Sekolah Bhaktiyasa

Untuk kelancaran pendidikan dilakukan pelatihan bagi guru-guru yang akan mengajar selama 1 tahun, 7 bulan. Dari 19 guru beberapa diantaranya adalah: Dr. Hariwidjojo (Kesehatan), dr. Goris (Sejarah dan Budaya), Patih Made Tjingak (Menggambar), Bpk. Panetja (Lembaga Negara), Pendeta Franken (Bahasa Inggris) dan istri Pendeta Franken (Bahasa Belanda)

Memuat

17 Agustus 1949

Kaum Intelektual dalam Gerakan Nasional Indonesia

Menjelang diadakannya Konferensi Meja Bundar di Den Haag akhir Agustus 1949, pemerintah Republik Indonesia dan Bijeenkomst voor Federale Overleg (BFO) / negara - negara federal bentukan Belanda mengadakan Konferensi Inter - Indonesia I (Yogyakarta, 19 - 22 Juli 1949) dan II (Bandung, 31 Juli - 2 Agustus 1949). Hasilnya relatif menguntungkan Republik, diantaranya: pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan dukungan BFO atas tuntutan Republik Indonesia tentang penyerahan kedaulatan tanpa syarat.

Dua pemimpin nasonialis pendukung Republik yang juga anggota parlemen NIT, Ida Bagus Putra Manuaba (ketua Majelis Pendidikan Rakyat yang menaungi SLU, hasil pertemuan bulan Februari 1949) dan Made Mendra kemudian memanfaatkan momentum perayaan 17 Agustus 1949 untuk bergerak dan membentuk GNI di Denpasar. Organisasi ini menuntut pemerintahan NIT agar melepaskan semua tahanan politik yang tidak terlibat tindakan kriminal

Bulan - bulan selanjutnya banyak bermunculan organisasi yang berorientasi Republik. Mulai kelompok pemuda, organisasi siswa, guru hingga perempuan dari koperasi, serikat pekerja dan perusahaan dagang. Selain itu gerakan ini didukung oleh kelompok - kelompok kerja yang mengumpulkan dana untuk Republik. Salah satu yang paling penting adalah kelompok baru yang berhaluan kiri namun lebih militan dibandingkan GNI yaitu Gerakan Pemuda Indonesia (Gerpindo) yang berdiri pada 5 September 1949 dengan tokoh utama Sutedja, Gde Puger dan Ida Bagus Mahadewa

 
Sekolah Dasar Pertama di Bali
1875

Sekolah Dasar Pertama di Bali

Sekolah Dasar Desa

Sekolah Dasar Belanda

Buku dengan huruf latin dan aksara Bali

Perkumpulan Setiti Bali

Menghilangkan faham Ajewera

Perkumpulan Modern dan Debat Lewat Tulisan

Gedong Kirtya Liefrinck Van der Tuuk

Orientalisme, moderisme dan gerakan perempuan Bali

Baliseering dalam pendidikan

Sekolah Rakyat

Sekolah Partikelir SLU

Mengembalikan literasi pasca perang

Dari Balai Kemadjuan Singaradja ke Sekolah Bhaktiyasa

Kongres Paruman Para Pandita di Denpasar

Pelatihan Guru Sekolah Bhaktiyasa

Kaum Intelektual dalam Gerakan Nasional Indonesia

1680
1690
1700
1710
1720
1730
1740
1750
1760
1770
1780
1790
1800
1810
1820
1830
1840
1850
1860
1870
1880
1890
1900
1910
1920
1930
1940
1950
1960
1970
1980
1990
2000
2010
2020
2030
2040
2050
2060
2070
2080
2090
2100
2110
2120
1856
1857
1858
1859
1861
1862
1863
1864
1865
1866
1867
1868
1869
1871
1872
1873
1874
1875
1876
1877
1878
1879
1881
1882
1883
1884
1885
1886
1887
1888
1889
1891
1892
1893
1894
1895
1896
1897
1898
1899
1901
1902
1903
1904
1905
1906
1907
1908
1909
1911
1912
1913
1914
1915
1916
1917
1918
1919
1921
1922
1923
1924
1925
1926
1927
1928
1929
1931
1932
1933
1934
1935
1936
1937
1938
1939
1941
1942
1943
1944
1945
1946
1947
1948
1949
1951
1952
1953
1954
1955
1956
1957
1958
1959
1961
1962
1963
1964
1965
1966
1967
1968